Posted by: ocemadril | June 15, 2010

KPK, Lawanlah!


Koran Jakarta, 15 Juni 2010

Putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam kasus praperadilan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) Bibit-Chandra, akhirnya dimenangi Anggodo Widjaja.
Putusan banding tersebut menyatakan bahwa SKPP Bibit-Chandra bertentangan dengan hukum dan oleh karenanya kasus tersebut harus diteruskan ke tingkat penuntutan. Ini adalah kemenangan kedua bagi Anggodo setelah sebelumnya juga dimenangkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Menyikapi putusan pengadilan tersebut, Kejagung telah menyatakan mengambil langkah hukum selanjutnya, yakni Peninjauan Kembali. Ada empat dasar hukum yang menjadi pertimbangan keputusan tersebut. Pertama, putusan praperadilan yang menetapkan SKPP Bibit-Chandra tidak sah berada pada Pengadilan Tinggi. Kedua, Pasal 45a UU 5/2004 atas Perubahan UU 14/1985 tentang Mahkamah Agung (MA) menyatakan bahwa putusan praperadilan tidak dapat dimintakan kasasi. Ketiga, Surat Edaran MA Tahun 2005 sebagai penjelasan Pasal 45a UU MA menyatakan bahwa perkara yang tidak dapat dilakukan kasasi antara lain adalah putusan praperadilan. Keempat, Kejagung menemukan adanya “ke khilafan yang nyata” dari majelis hakim yang memutus praperadilan ini.

Empat pertimbangan hukum tersebut menjadi dasar langkah Kejagung untuk mengajukan PK Mahkamah Agung. Namun, langkah Kejagung tersebut sebenarnya bertentangan dengan hukum. Kejagung telah salah memahami Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan UU MA.
Langkah PK yang akan ditempuh Kejagung merupakan sebuah upaya hukum yang terlarang bagi putusan praperadilan. Dijelaskan dalam Pasal 83 KUHAP bahwa putusan praperadilan tidak bisa dimintakan banding, kecuali untuk masalah penghentian penuntutan dapat dimintakan banding akhir ke pengadilan tinggi. Kata “banding akhir” berarti upaya hukum terakhir. Artinya putusan pengadilan tinggi merupakan muara dari praperadilan. Tidak ada lagi upaya hukum setelah itu.

Dengan konstruksi hukum tersebut, maka sangat wajar jika kita mempertanyakan langkah Kejagung yang memilih PK. Selain itu, kekalahan Kejagung di pengadilan negeri dan pengadilan tinggi membuktikan bahwa Kejagung lemah dalam mengajukan argumentasi dan tidak bisa mempertahankan SKPP. Dua kali kekalahan besar ini membuat kita dengan mudah memprediksi hasil PK bahwa Kejagung akan kalah atau besar kemungkinannya Kejagung dipermalukan oleh MA.

langkah hukum lainnya yang bisa diambil oleh Kejagung. Pertama, segera mengeluarkan SKPP jilid 2 dengan melengkapi kekurangan-kekurangan dalam SKPP sebelumnya berdasarkan putusan praperadilan. Argumentasi dalam SKPP juga harus lebih tegas dan tidak boleh multi-interpretatif.
Berdasarkan Pasal 140 Ayat (2) KUHAP, SKPP diterbitkan dengan alasan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum (karena nebis in idem, kedaluwarsa, atau terdakwa meninggal dunia). Alasan-alasan tersebut dapat digunakan oleh Kejagung untuk menerbitkan SKPP jilid 2.

Alasan tidak terdapat cukup bukti merupakan alasan yang paling kuat. Karena memang, kejagung tidak bisa membuktikan aliran dana suap yang disangkakan mengalir pada Bibit-Chandra. Justeru yang terjadi adalah kuatnya dugaan kasus ini direkayasa oleh jaringan mafioso yang dimotori oleh Anggodo Widjaja. Penerbitan SKPP jilid 2 tentu bukan tanpa masalah. Banyak pihak akan mempertanyakan SKPP ini. Bahkan dapat dipastikan bahwa segera setelah SKPP tersebut diterbitkan, maka akan digugat kembali. Namun, dengan alasan yang kuat menurut KUHAP, maka hakim akan sangat sulit untuk membatalkan SKPP jilid 2 ini. Sehingga langkah ini patut dipertimbangkan oleh kejagung.

Alternaif langkah hukum kedua yang dapat ditempuh Kejagung adalah men-deponering kasus Bibit-Chandra. Banyak pihak mengajukan langkah ini. Pertimbangannya adalah mengingat kembali sejarah kasus Bibit-Chandra dan rekomendasi Tim Delapan yang dibentuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tim Delapan dalam pemeriksaannya telah menemukan sejumlah fakta kejanggalan dalam kasus ini. Oleh karenanya, Tim Delapan merekomendasikan agar menghentikan kasus ini. Rekomendasi ini pun telah diperkuat oleh pernyataan Presiden SBY yang memerintahkan Kejagung untuk menghentikan kasus Bibit-Chandra.

Memang, untuk menghentikan sebuah kasus hukum, deponeering adalah kebijakan yang tepat. Ditegaskan dalam UU 16/2004 tentang Kejaksaan bahwa Jaksa Agung memunyai kewenangan untuk mengesampingkan perkara demi kepentingan umum. Hal ini merupakan pelaksanaan asas oportunitas Jaksa Agung untuk tidak melakukan penuntutan suatu perkara pidana demi kepentingan umum. Dengan men-deponeering kasus Bibit-Chandra, maka tidak ada alasan apa pun untuk membuka kembali kasus tersebut. Tidak ada lagi upaya hukum, termasuk gugatan praperadilan yang tidak dibenarkan terhadap deponeering. Namun, sayangnya Jaksa Agung menolak untuk menggunakan deponeering. Kejagung sepertinya lebih memilih untuk mengulur-ulur proses hukum terhadap Bibit-Chandra daripada menyelesaikannya segera.

Ketegasan KPK

Proses hukum yang berlarut-larut terhadap dua pemimpin KPK ini jelas akan berdampak pada kinerja KPK. Sementara saat ini KPK sedang butuh dukungan politik yang kuat, baik dari pemerintah maupun publik, untuk mengusut berbagai megaskandal korupsi. Kasus hukum yang melilit Bibit- Chandra dapat melunturkan tekad KPK untuk melanjutkan kasus-kasus besar. Pada tahap inilah serangan balik koruptor akan semakin kencang. KPK akan semakin ditekan agar tidak menyentuh kasus-kasus yang melibatkan elite politik dan ekonomi di negeri ini. Pertanyaannya, apakah KPK akan mundur?

KPK harusnya terus maju dan tak tinggal diam. KPK harus melakukan perlawanan terhadap serangan para koruptor tersebut. KPK perlu segera mempercepat proses pengusutan dan penuntutan kasus-kasus besar yang sedang ditangani, khususnya kasus Century dan kasus korupsi yang melibatkan elite politisi lainnya. KPK harus membuktikan ketegasannya dan independensinya serta jangan mau dipermainkan oleh mafioso koruptor. Untuk itu, wahai KPK, lawanlah!

Oce Madril
Peneliti Pukat Korupsi FH UGM
Mahasiswa S2 Universitas Nagoya Jepang
link: http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?idkat=18&id=54802


Leave a comment

Categories